DESA WISATA
DESA WISATA
Desa wisata adalah
suatu bentuk integrasi antara
atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur
kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.
KOMPONEN UTAMA DESA WISATA
Terdapat dua konsep yang utama dalam komponen desa wisata :
1. Akomodasi : sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk.
2. Atraksi : seluruh kehidupan
keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa yang
memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti :
kursus tari, bahasa dan lain-lain yang spesifik.
Pengembangan dari desa wisata harus
direncanakan secara hati-hati agar dampak yang timbul dapat dikontrol. Berdasar
dari penelitian dan studi-studi dari UNDP/WTO dan beberapa konsultan Indonesia,
dicapai dua pendekatan dalam menyusun rangka kerja/konsep kerja dari
pengembangan sebuah desa menjadi desa wisata.
PENDEKATAN
PASAR UNTUK PENGEMBANGAN DESA WISATA
Interaksi tidak langsung
Model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa mendapat
manfaat tanpa interaksi langsung dengan wisatawan. Bentuk kegiatan yang terjadi
semisal : penulisan buku-buku tentang desa yang berkembang, kehidupan
desa, seni dan budaya lokal, arsitektur tradisional, latar belakang sejarah,
pembuatan kartu pos dan sebagainya.
Interaksi setengah langsung
Bentuk-bentuk one day trip yang dilakukan oleh wisatawan,
kegiatan-kegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama penduduk dan kemudian
wisatawan dapat kembali ke tempat akomodasinya. Prinsip model tipe ini adalah
bahwa wisatawan hanya singgah dan tidak tinggal bersama dengan penduduk.
Interaksi Langsung
Wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/bermalam dalam akomodasi
yang dimiliki oleh desa tersebut. Dampak yang terjadi dapat dikontrol dengan
berbagai pertimbangan yaitu daya dukung dan potensi masyarakat setempat.
Alternatif lain dari model ini adalah penggabungan dari model pertama dan
kedua. (UNDP and WTO. 1981. Tourism Development Plan for Nusa Tenggara, Indonesia. Madrid: World
Tourism Organization. Hal. 69)
Kriteria Desa Wisata
Pada pendekatan ini diperlukan beberapa kriteria yaitu :
1.
Atraksi wisata; yaitu semua yang mencakup alam, budaya dan
hasil ciptaan manusia. Atraksi yang dipilih adalah yang
paling menarik dan atraktif di desa.
2.
Jarak Tempuh; adalah jarak tempuh dari kawasan wisata terutama
tempat tinggal wisatawan dan juga jarak tempuh dari ibukota provinsi dan
jarak dari ibukota kabupaten.
3.
Besaran Desa;
menyangkut masalah-masalah jumlah rumah, jumlah penduduk, karakteristik dan
luas wilayah desa.
Kriteria ini berkaitan dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu desa.
4.
Sistem Kepercayaan dan kemasyarakatan;
merupakan aspek penting mengingat adanya aturan-aturan yang khusus pada
komunitas sebuah desa. Perlu dipertimbangkan adalah agama yang menjadi mayoritas dan sistem
kemasyarakatan yang ada.
5.
Ketersediaan infrastruktur; meliputi fasilitas dan
pelayanan transportasi, fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan
sebagainya.
PENDEKATAN
FISIK PENGEMBANGAN DESA WISATA
Pendekatan ini merupakan solusi yang umum dalam mengembangkan
sebuah desa melalui sektor pariwisata dengan menggunakan standar-standar khusus
dalam mengontrol perkembangan dan menerapkan aktivitas konservasi.
1.
Mengonservasi sejumlah
rumah yang memiliki nilai budaya dan arsitektur yang tinggi dan mengubah fungsi
rumah tinggal menjadi sebuah museum desa untuk menghasilkan biaya untuk
perawatan dari rumah tersebut. Contoh pendekatan dari tipe pengembangan model
ini adalah Desa Wisata di Koanara, Flores. Desa wisata yang terletak di daerah
wisata Gunung Kelimutu ini mempunyai aset wisata budaya berupa rumah-rumah tinggal yang
memiliki arsitektur yang khas. Dalam rangka mengkonservasi dan mempertahankan
rumah-rumah tersebut, penduduk desa menempuh cara memuseumkan rumah tinggal
penduduk yang masih ditinggali. Untuk mewadahi kegiatan wisata di daerah
tersebut dibangun juga sarana wisata untuk wisatawan yang akan mendaki Gunung
Kelimutu dengan fasilitas berstandar resor minimum dan kegiatan budaya lain.
2.
Mengonservasi
keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru untuk menampung perkembangan
penduduk desa tersebut dan sekaligus mengembangkan lahan tersebut sebagai area
pariwisata dengan fasilitas-fasilitas wisata. Contoh pendekatan pengembangan
desa wisata jenis ini adalah Desa Wisata Sade, di Lombok.
3.
Mengembangkan
bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa tersebut yang dioperasikan oleh
penduduk desa tersebut sebagai industri skala kecil. Contoh dari bentuk
pengembangan ini adalah Desa wisata Wolotopo di Flores. Aset wisata di daerah ini sangat beragam antara
lain : kerajinan tenun ikat, tarian adat, rumah-rumah tradisional dan
pemandangan ke arah laut. Wisata di daerah ini dikembangkan dengan membangun
sebuah perkampungan skala kecil di dalam lingkungan Desa Wolotopo yang
menghadap ke laut dengan atraksi-atraksi budaya yang unik. Fasilitas-fasilitas
wisata ini dikelola sendiri oleh penduduk desa setempat. Fasilitas wisata
berupa akomodasi bagi wisatawan, restaurant, kolam renang, peragaan tenun ikat,
plaza, kebun dan dermaga perahu boat.
Prinsip dasar dari pengembangan desa wisata
1.
Pengembangan
fasilitas-fasilitas wisata dalam skala kecil beserta pelayanan di dalam atau
dekat dengan desa.
2.
Fasilitas-fasilitas
dan pelayanan tersebut dimiliki dan dikerjakan oleh penduduk desa, salah satu
bisa bekerja sama atau individu yang memiliki.
3.
Pengembangan desa
wisata didasarkan pada salah satu “sifat” budaya tradisional yang lekat pada
suatu desa atau “sifat” atraksi yang dekat dengan alam dengan pengembangan desa
sebagai pusat pelayanan bagi wisatawan yang mengunjungi kedua atraksi tersebut.
JESNIS
WISATAWAN PENGUNJUNG DESA WISATA
Wisatawan Domestik
Wisatawan domestik ; terdapat tiga jenis pengunjung
domestik yaitu :
1.
Wisatawan atau pengunjung rutin yang tinggal di daerah dekat
desa tersebut. Motivasi kunjungan : mengunjungi kerabat, membeli hasil
bumi atau barang-barang kerajinan. Pada perayaan tertentu, pengunjung tipe
pertama ini akan memadati desa wisata tersebut.
2.
Wisatawan dari luar daerah (luar provinsi atau luar kota), yang
transit atau lewat dengan motivasi, membeli hasil kerajinan setempat.
3.
Wisatawan domestik yang secara khusus mengadakan perjalanan
wisata ke daerah tertentu, dengan motivasi mengunjungi daerah pedesaaan
penghasil kerajinan secara pribadi.
Wisatawan Manca Negara
1.
Wisatawan yang suka berpetualang dan berminat khusus pada
kehidupan dan kebudayaan di pedesaan. Umumnya wisatawan ini tidak ingin bertemu
dengan wisatawan lainnya dan berusaha mengunjungi kampung dimana tidak begitu
banyak wisatawan asing.
2.
Wisatawan yang pergi dalam grup (di dalam suatu biro perjalanan
wisata). Pada umumnya mereka tidak tinggal lama di dalam kampung dan hanya
tertarik pada hasil kerajinan setempat.
3.
Wisatawan yang tertarik untuk mengunjungi dan hidup di dalam
kampung dengan motivasi merasakan kehidupan di luar komunitas yang biasa
dihadapinya.
TIPE WISATA DESA
Tipe terstruktur (enclave)
Tipe terstruktur ditandai dengan karakter-karakter sebagai
berikut :
1.
Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang
spesifik untuk kawasan tersebut. Tipe ini mempunyai kelebihan dalam citra yang
ditumbuhkannya sehingga mampu menembus pasar internasional.
2.
Lokasi pada umumnya terpisah dari masyarakat atau penduduk lokal,
sehingga dampak negatif yang ditimbulkannya diharapkan terkontrol. Selain itu
pencemaran sosial budaya yang ditimbulkan akan terdeteksi sejak dini.
3.
Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan
perencanaan yang integratif dan terkoordinasi, sehingga diharapkan akan tampil
menjadi semacam agen untuk mendapatkan dana-dana internasional sebagai unsur
utama untuk “menangkap” servis-servis dari hotel-hotel berbintang lima.
Contoh dari kawasan atau perkampungan wisata jenis ini adalah
kawasan Nusa Dua, Bali dan beberapa kawasan
wisata di Lombok. Pedesaan tersebut diakui sebagai suatu
pendekatan yang tidak saja berhasil secara nasional, melainkan juga pada
tingkat internasional. Pemerintah Indonesia mengharapkan
beberapa tempat di Indonesia yang tepat dapat dirancang dengan konsep yang
serupa.
Tipe Terbuka (spontaneus)[
Tipe ini ditandai dengan karakter-karakter yaitu tumbuh
menyatunya kawasan dengan struktur kehidupan, baik ruang maupun pola dengan
masyarakat lokal. Distribusi pendapatan yang didapat dari wisatawan dapat
langsung dinikmati oleh penduduk lokal, akan tetapi dampak negatifnya cepat
menjalar menjadi satu ke dalam penduduk lokal, sehingga sulit dikendalikan.
Contoh dari tipe perkampungan wisata jenis ini adalah kawasan Prawirotaman, Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar